Senin, 10 Desember 2012

TRADE OFF ANTARA EFISIENSI DAN MARKET POWER


Efisiensi dilakukan sebagai salah satu bentuk perbaikan yang bertujuan untuk mengoptimalkan sumber daya. Bagi perusahaan sendiri, efisiensi berarti menurunkan biaya operasional sehari-hari, dampak secara langsung perusahaan menjadi lebih kompetitif dibandingkan dengan perusahaan sejenis. Dampak secara tidak langsung, keberhasilan efisiensi perusahaan menjadi pengalaman berharga untuk tahun anggaran berikutnya. Semakin dipercaya oleh customer karena perusahaan menjadi lebih efektif dan efisien.Efisiensi dilakukan sebagai salah satu bentuk perbaikan yang bertujuan untuk mengoptimalkan sumber daya. Bagi perusahaan sendiri, efisiensi berarti menurunkan biaya operasional sehari-hari, dampak secara langsung perusahaan menjadi lebih kompetitif dibandingkan dengan perusahaan sejenis. Dampak secara tidak langsung, keberhasilan efisiensi perusahaan menjadi pengalaman berharga untuk tahun anggaran berikutnya. Semakin dipercaya oleh pelanggan karena perusahaan menjadi lebih efektif dan efisien. Dengan semakin efisiensi suatu perusahaan maka harga produk yang dijual juga bisa lebih murah. Secara otomatis permintaan akan meningkat dan market power akan bertambah.
Ada istilah efisiensi pasar. Efisiensi di sini adalah bagian dari alokasi sumber daya yang memaksimumkan surplus total yang diterima oleh semua anggota masyarakat. Sebagai tambahan berkaitan dengan efisiensi pasar, perencana sosial mungkin juga mempertimbangkan tentang equity yaitu tingkat kewajaran/keadilan yang didistribusikan di antara penjual dan pembeli.

Jika suatu sistem pasar bukan merupakan persaingan sempurna, akan terjadi market power. Market power adalah kemampuan untuk mempengaruhi harga. Market power ini dapat menyebabkan inefisiensi karena menahan harga dan jumlah berbeda dengan keseimbangan permintaan dan penawaran.
Ada istilah yang dinamakan market failure. Kegagalan pasar (market failure) adalah situasi di mana pasar gagal mengalokasikan sumber daya (resource) secara efisien. Hal ini dapat terjadi diantaranya akibat eksternalitas (externality) dan kekuatan pasar (market power). Externalitas adalah dampak akibat tindakan seseorang atau perusahaan terhadap kesejahteraan orang lain. Sedangkan kekuatan pasar adalah kemampuan seseorang atau perusahaan untuk mempengaruhi harga pasar. Ketika pasar mengalami kegagalan, pemerintah dapat melakukan intervensi untuk mendorong terciptanya efisiensi dan keadilan.
Eksternalitas adalah keuntungan atau kerugian yang dinikmati atau diderita pelaku ekonomi sebagai akibat tindakan pelaku ekonomi yang lain, tetapi tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan biaya secara normal. Sebagai contoh, pabrik tapioka yang membuang limbahnya ke sungai. Kerugian yang diderita masyarakat sekitarnya tidak masuk dalam perhitungan biaya produksi pabrik tapioka. Akibatnya, walaupun biaya produksi tapioka menjadi murah (tidak perlu investasi fasilitas pengolahan limbah), secara ekonomis biayanya mahal. Sebagian biaya itu ditanggung masyarakat dalam bentuk biaya sosial (social cost)
Pada kondisi yang pasti, termasuk perfect competition, sebuah ekonomi pasar akan menunjukkan efisiensi alokasi (allocative efficieny). Konsep Pareto efficiency tersebut berpandangan bahwa dalam sebuah sistem, ekonomi adalah sebuah perwujudan dari keseluruhan efisiensi, dan tidak ada satu pihak pun yang bisa membuat itu menjadi berjalan baik tanpa menyingkirkan (atau mengurangi alokasi) pihak lain.
Konsep tersebut ternyata dianggap sebagai peluang bagi para pelaku pasar (market participants) untuk menaikkan harga pasar (market price) barang dan jasa melebihi biaya marjinal (marginal cost). Tujuannya satu, memeroleh keuntungan sebesar-besarnya. Kemampuan perusahaan (pelaku pasar) dalam menaikkan haga pasar dikenal dengan istilah market power (kekuatan pasar). Kekuatan pasar inilah yang menyebabkan kondisi pasar menjadi tidak efisien. Padahal secara teoritis, dalam pasar persaingan sempurna mensyaratkan bahwa pelaku pasar tidak memiliki kekuatan pasar atau zero market power; setiap pelaku pasar adalah price taker bukan price maker.
Pandangan lain juga menyebutkan bahwa sebuah perusahaan mempunyai kekuatan pasar ketika dia merupakan pionir pada usaha tersebut dan telah berproduksi sampai dengan tingkat skala ekonomi tertentu sehingga efisien. Untuk mencapai skala ekonomi tertentu bukanlah periode yang singkat bagi perusahaan. Oleh karena itu skala ekonomi yang dimiliki oleh pelaku usaha dapat pula dimanfaatkan sebagai kekuatan pasar.
Para pelaku pasar yang memiliki kekuatan pasar ini mampu memanipulasi harga dengan cara memengaruhi persediaan pasokan dan atau permintaan barang dan jasa. Konsumen akhirnya tidak memiliki cukup informasi (imperfect information) tentang harga barang dan jasa yang dihasilkan oleh produsen. Karena harga barang dan jasa tersebut elastis. Dampak lain juga berimbas pada mekanisme produksi. Perusahaan seringkali lupa bahwa limbah produksi yang dihasilkan tidak dimasukkan dalam proses penentuan harga. Akibatnya terciptalah suatu kondisi yang disebut market failure (kegagalan pasar).
Market power yang tinggi akan menjadikan perusahaan menjadi price maker. untuk memperoleh keuntungan yang tinggi, perusahaan dapat mengatur harga dengan mengurangi pasokan (supply) ke pasar. Karenanya, konsumen tidak semuanya dapat memperoleh barang atau jasa yang ditawarkan (baik karena harga tinggi maupun karena kurangnya pasokan). Kekurangan ini disebut dengan deadweight loss atau inneficiency.

CONTOH KASUS PREDATORY PRICING


Predatory pricing adalah salah satu bentuk strategi yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam menjual produk dengan harga dibawah biaya produksi  (average cost atau marginal cost). Adapun tujuan utama dari predatory pricing untuk menyingkirkan pelaku usaha pesaing dari pasar dan juga mencegah pelaku usaha yang berpotensi menjadi pesaing untuk masuk ke dalam pasar yang sama. Segera setelah berhasil membuat pelaku usaha pesaing keluar dari pasar dan menunda masuknya pelaku usaha pendatang baru, maka selanjutnya dia dapat menaikkan harga kembali dan memaksimalkan keuntungan yang mungkin didapatkan. Untuk dapat melakukan perbuatan tersebut, maka pelaku usaha tersebut haruslah mempunyai pangsa pasar yang besar dan keuntungan yang akan diperoleh dapat menutupi kerugian yang diderita selama masa predator. Terdapat dua syarat pendahuluan sebelum melakukan predatori yaitu; pertama, pelaku usaha yakin bahwa pesaingnya akan mati lebih dulu dari pada dia. Kedua, keuntungan setelah predatori akan melebihi kerugian selama masa predatori.
Menurut R. Sheyam Khemani, Predatory pricing biasanya dilarang bukan dikarenakan menetapkan harga yang terlalu rendah terhadap produk yang dijualnya sekarang, tetapi dikarenakan di masa yang akan datang pelaku usaha akan berusaha untuk mengurangi produksinya dan menaikan harga.Oleh karena itu apabila pelaku usaha yang melakukan praktek predatory pricing, namun tidak mengurangi produksinya dan juga tidak menaikan harga, maka mungkin tidak akan terjadi predatory pricing yang bertentangan dengan hukum.Pasal 7 Undang-undang No.5/1999 melarang pelaku usaha untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha lainnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar (predatory pricing) yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Oleh karena ketentuan yang mengatur mengenai predatory pricing dirumuskan secara rule of reason, maka sesungguhnya dapat dikatakan sebenarnya pelaku usaha tidak dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga dibawah harga pasar, asalkan tidak mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat atau pelaku usaha tersebut mempunyai alasan-alasan yang dapat diterima.
Salah satu kasus predatory pricing adalah yang terjadi adalah antara William Inglis & Son Co. vs. ITT Continetal Baking Co. Kasus ini diajukan oleh Inglis yang mendalilkan bahwa Continental berusaha menghilangkan persaingan dengan jalan menjual rugi roti dengan private label miliknya dibawah biaya tidak tetap rata-rata, sehingga menyebabkan Inglis bankrut. Sebaliknya Continental mendalilkan bahwa dia hanya melakukan kompetisi secara ketat. Harganya adalah
dapat dibenarkan mengingat kelebihan kapasitas dalam industri. Putusan pengadilan menyatakan bahwa Continental tidak melanggar Hukum Persaingan. Ninth Circuit (Pengadilan Banding) menyatakan bahwa apabila harga dari terlapor adalah dibawah harga total rata-rata, tetapi diatas biaya tidak tetap rata-rata, maka pelapor/ penggugat mempunyai kewajiban untuk membuktikan bahwa harga dari terlapor adalah predator. Namun apabila penggugat membuktikan bahwa harga Terlapor adalah dibawah harga tidak tetap rata-rata, maka Terlapor mempunyai kewajiban untuk membuktikan bahwa harganya tersebut adalah masuk akal terlepas dari akibatnya terhadap pesaing.
Predatory pricing ini tidaklah selalu bertentangan dengan hukum. Harus dibedakan dengan persaingan sempurna atau persaingan yang sangat ketat, karena bisa saja dianggap predatori tapi sebenarnya adalah persaingan yang sangat kompetitif.         
Strategi predatory pricing hanya bisa berlaku jika perusahaan pesaing baru sulit muncul dan pesaing yang sudah mati sulit bangkit lagi dalam industri tersebut. Jika tidak, ini adalah strategi “bunuh diri”: kalau pesaing baru mudah muncul, atau pesaing lama mudah bangkit lagi, sang predator perlu terus menerapkan harga “jual-rugi”. Semakin lama “jual-rugi” dilakukan, semakin dekatlah perusahaan pada kebangkrutan.
secara garis besar teknik ini dilaksanakan dalam tiga tahap:
1.      Perusahaan A memberikan harga yang rendah atas produk/jasa yang dia produksi dengan tujuan memperoleh sebanyak mungkin konsumen sehingga perusahaan pesaingnya (B,C, D) akan tertekan. meskipun sebenarnya perusahaan A merugi.
2.      Ketika perusahaan pesaing (B, C, D) sudah tidak mungkin lagi dapat menggarap pasar karena pangsa pasar yang tersisa sudah sangat sedikit, maka dalam pasar tersebut tinggal satu perusahaan saja yang sangat dominan (perusahaan A).
3.      Ketika sudah tidak ada lagi pesaing yang berarti (signifikan) maka perusahaan A akan menaikan harga barang/jasa, sehingga dapat menutup kerugian yang dialami pada tahap 1.
Kebijakan pricing seperti itu tentu akan merugikan dunia usaha dan tentu saja konsumen. kerugian yang ditimbulkan adalah sebagai berikut:
a.       Dominasi pasar oleh satu/lebih pelaku usaha akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan pelaku usaha lain untuk masuk kedalam pasar, sehingga secara makro akan menghambat investasi
b.      Konsumen tidak memiliki cukup pilihan atas barang/jasa yang ditawarkan dalam suatu pasar
c.       Pelaku usaha yang dominan akan menentukan harga secara sewenang-wenang/tidak wajar.