“Anda tidak fair! Anda berulangkali
mengatakan, pekerja anak harus dihapuskan. Anak tidak boleh bekerja, mereka
harus dilindungi dan seluruh haknya harus diakui sesuai apa yang tercantum
dalam CRC (convention of the rights of the child). Tapi hak anak juga termasuk
hak untuk bekerja. Kalau anda tadi menyebut bahwa kemiskinan merupakan salah
satu sebab utama mengapa anak memasuki pasar kerja, bagi kami, bekerja
merupakan tanggung jawab untuk membantu keluarga.”
(Seorang
anak, wakil dari Children’s Press, menanggapi pendapat Marjue Newman-William, pada
pertemuan Pers di Oslo, Norwegia, 27 Oktober 1997).
Tidak
sedikit anak yang merelakan dirinya bekerja demi mencukupi kebutuhan
keluarganya. Secara umum, pekerja anak adalah anak-anak yang melakukan
pekerjaan secara rutin untuk orang tuanya, untuk orang lain atau untuk dirinya
sendiri yang membutuhkan sejumlah besar waktu, dengan menerima imbalan atau
tidak. ILO memberi batasan pekerja anak yaitu pekerja yang berumur di bawah 18
tahun. Penyebab utama kenapa anak-anak di bawah umur bekerja adalah karena
kemiskinan, biaya pendidikan, dan adanya penetrasi kapitalisme global. Jumlah pekerja
anak di dunia kini mencapai 215 juta.
Isu
tentang pekerja anak merupakan hal yang sangat sensitif dalam perdagangan
internasional. Perlu diketahui, negara-negara maju yang telah lama mengalami
industrialisasi dan mencapai kesejahteraan sosial dan ekonomi yang tinggi,
hingga sekarang belum sepenuhnya terbebas dari masalah pekerja anak. Dalam
situasi perdagangan internasional yang sangat kompetitif, anak dipandang
sebagai suatu jalan keluar untuk menekan ongkos produksi. Pengurangan ongkos melalui
sistem borongan atau melibatkan anak yang digaji rendah dan tanpa jaminan
sosial dalam proses produksi, merupakan cara yang lebih mudah dalam memenangkan
persaingan.
Saat ini terdapat tekanan global
bagi negara-negara miskin untuk membebaskan anak dari pekerjaan. Tekanan keras
misalnya ditunjukkan dengan adanya lobi kuat dari Pemerintah AS, ICFTU,
Masyarakat Eropa, NAFTA, dan GATT untuk memboikot produk-produk dunia ketiga
yang pembuatannya menggunakan tenaga kerja anak. Peneliti Pekerja Anak, White
menyebut ulah negara-negara maju tersebut sebagai suatu hipokrisi. Dengan cara ini
beberapa negara terkaya di dunia akan berusaha memaksa negara-negara miskin
untuk memperketat larangan terhadap pekerja anak, sedangkan negara-negara kaya
itu tidak pernah berhasil melaksanakan peraturan-peraturan pekerja anak yang
berlaku di negara mereka sendiri.
Gagasan
membebaskan anak dari pekerjaan didasarkan pada asumsi bahwa pekerja anak
rentan mengalami eksploitasi, marginalisasi, kekerasan, dan terancam mengalami
gangguan fisik dan mental. Secara garis besar ada 3 pendekatan dalam penanganan
masalah pekerja anak, yaitu pendekatan aborsionis, pendekatan proteksionis, dan
pendekatan pemberdayaan. ILO telah mencanangkan konsep eliminasi pekerja anak. Namun
menyadari adanya kesulitan untuk menghapuskan pekerja anak dalam jangka dekat,
konsep eliminasi tersebut hanya ditempatkan sebagai tujuan akhir. Pada jangka
pendek mereka fokus pada penghapusan bentuk-bentuk terburuk pekerja anak
sebagai tujuan antara.
Anak adalah generasi
penerus yang seharusnya mengalami peningkatan kualitas demi perbaikan masa
depan. Penghapusan masalah pekerja anak tidak dapat diselesaikan dalam waktu
singkat. Kita harus melihat berbagai faktor yang mempengaruhi. Kita harus
berpegang pada kebijaksanaan menempatkan langkah yang terbaik bagi anak. Kita
tidak dapat melarang anak-anak yang bekerja segera meninggalkan pekerjaannya
sepanjang kita belum dapat menggantikan manfaat yang mereka peroleh dengan
bekerja. Upaya yang bisa dilakukan adalah melindungi mereka dengan proses
rehabilitasi untuk menghilangkan dampak-dampak negatif dari akibat bekerja dan
memberikan kesempatan untuk mengejar ketinggalan dalam pendidikan.